Langsung ke konten utama

Postingan

Kenapa perlu kuliah?

Aku ketrigger oleh tayangan Mata Najwa "Kenapa Perlu Kuliah" yang baru saja aku tonton.

Pertama, aku bersyukur menemukan jawaban ini sejak kelas 11 SMA. Pada waktu itu, dalam sebuah kemah keakraban kecil yang aku ikuti, salah satu sesinya mendatangkan seorang mahasiswi (namanya lupa). Beliau tidak hanya seorang mahasiswi, dia juga kebetulan wakil presiden BEM di salah satu kampus di Semarang.

Beliau berbagi dan mengajak kami diskusi mengenai kuliah buat apa. Jujur, aku lupa isi pembicaraan sore itu. Yang aku tahu, aku sedang berada di posisi buat apa kuliah?

Namun, diskusi sore itu membuka banyak sekali hal termasuk pikiranku yang sempit tentang buat apa kuliah.

Kedua, perjalanan untuk menemukan pentingnya kuliah aku jalani sejak SMP.

Seperti yang kamu tahu, aku SMP di sebuah sekolah di luar kota orang tuaku tinggal dan bukan sekolah berasrama. Jadi sepulang sekolah aku mondok di sebuah asrama mahasiswa selama SMP hingga SMA bahkan saat gabyear. Di saat itu lah aku ketemu ratusan mahasiswa dengan berbagai jenisnya.

Mahasiswa yang aku lihat di asrama beragam umur dari maba hingga mahasiswa semester akhir dan beragam program studi: pertanian, fisika, perkapalan, manajemen, kesmas, dan sebagainya.

Pernah beberapa kali aku diajak untuk masuk ke kelas atau ke laboratorium mereka, dan itu kereeeen bangettt bagi anak belasan tahun. Lebih sering lagi aku diajak lari pagi di sekitaran kampus.

Namun, pengalaman-pengalaman ini tidak membuatku pingin banget kuliah. 

Kenapa? 

Karena aku tidak paham apa yang mereka sebenarnya pelajari dan untuk apa mereka belajar. Aku hanya lihat, kok seru kampusnya (kelas besarnya dengan kapasitas 100-an dengan meja kursi kayu panjang kayak di naruto *referensinya hahaha) dan pekerjaannya: beberapa skripsian mas-masku yaitu meneliti mesin kipas angin dengan aplikasi MathLab dan perencanaan bangunan pakai aplikasi yang aku tidak tahu).

Aku hanya melihat mahasiswa dan kampus dari jauh. Bahkan, aku sadari sekarang, aku tidak dapat gambaran luaran (anak SMP pada umumnya lah ya yang masih hidup dengan dunianya dan ga paham urusan kuliah *coba tanya kalo kamu punya adik SMP bener ga).

Kapan aku ketemu jawaban: kenapa perlu kuliah?

Waktu 2020 tepatnya pada saat aku tidak lolos SBMPTN. Di saat yang sama teman-temanku rerata melanjutkan kuliah dan aku tidak. Saat itu lah aku menemukan jawabannya.

Pada saat gabyear, aku berdiskusi banyak dengan mas-mas di asrama mahasiswa (yang kebetulan beberapa ada yang tidak kuliah dan ada yang tidak menyelesaikan kuliah). Aku dapat perspektif banyak banget mengenai perlunya kuliah.

Kamu tidak menemukan alasan kenapa perlu kuliah di tulisan ini (hehe) karena bukan itu tujuannya. Tonton video di atas untuk tahu jawabannya.

Bergulirnya kamu sekarang

Menyambung tulisan di atas (nulisnya beneran di atas WhatsApp chat tulisan ini hahaha), bahwa jalur yang aku ambil sekarang merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang kuambil sejak SMP. Keputusan-keputusan yang kuambil sejak SMP hingga SMA memiliki andil dalam menghadirkan aku hari ini di jurusan sejarah.

Aku ingat benar nem atau nilai ujian nasional SMP ku yang cukup tinggi, tetapi kurang untuk mendaftar di SMA negeri tujuanku. Saat itu penentuan SMA masih didasarkan oleh skor ujian nasional bukan oleh jarak siswa ke sekolah. Alhasil aku tidak masuk ke SMA itu.

Sedikit lompat, bahwa pada saat aku SMP, aku terekspos teman-teman di asrama mahasiswa yang berkuliah di jurusan teknik, pertanian, dan sebagainya yang utamanya berdasarkan IPA. Hal itu membuat sedikit banyak aku ingin masuk ke jurusan teknik waktu itu.

Akan tetapi, ketidaktahuan akan ketentuan IPA-IPS di SMA yang membuat aku ga mengincar SMA negeri selain SMA yang aku incar tersebut. Seharusnya aku masuk SMA mana saja yang berjurusan IPA untuk menunjang keinginanku masuk jurusan teknik.

Waktu berjalan, aku tidak diterima dan aku melanjutkan sekolah di SMM yang notabene adalah kesetaraan SMA paket C jurusan IPS. Artinya aku ga bisa masuk jurusan yang berbasis IPA, dong.

Keputusan gak masuk ke IPA ini pun membuat aku tidak bisa mengejar mimpi kuliah di teknik.

Lanjut, ketika tengah SMM, aku cuma masuk di program kesetaraan saat ujian akhir di setiap semesternya dan ujian sekolah. Yang pasti aku sangat jarang belajar.

Sedangkan aku punya impian saat naik kelas 12, kebetulan pada saat itu aku mengantarkan kakak ujian di UGM, aku ingin berkuliah juga di UGM.

Tentu ini berkebalikan. Aku yang ga pernah belajar tapi mimpi masuk UGM.

Hasilnya? 2020 aku ditolak UGM di utbk. Maklum sekali.

2021 Allah rezekikan kepadaku untuk bisa mengejar ketertinggalanku dengan aku ikut salah satu bimbel offline di Semarang. Tetapi, karena ketakutan ku kalo tidak kuliah dan gak lolos jalur sbmptn, maka aku tidak memilih jurusan dan kampus tujuan di utbk 2 tahun lalu (yaitu komunikasi UGM dan Undip) dan memilih jurusan tempat aku berkuliah sekarang.

Intinya apa? Aku ingin menekankan bahwa keberadaan ku hari ini karena bergulirnya keputusan ku pada saat SMP, SMA, dan pasca SMA sebelum kuliah.

Aku punya keyakinan bahwa teman-teman lainnya pun sama, ada saja yang menghantarkan mereka ke titik ini oleh kejadian yang ada ketika SMP dan SMA.

Begitulah.

Apakah aku salah jurusan?

Di liburan panjang kuliah ini, aku mengatasi kebingungan mengisi hari-hariku dengan menonton YouTube. 

Kenapa bukan film atau series? karena aku tipikal orang yang gak ngikutin sesuatu dan aku ga punya akses legal ke aplikasi streaming. 

Kenapa ga scroll Instagram reels aja? Karena capek bun, 10 menit aja udah capek. Terus pikiran penuh karena yang keluar di reelsku cukup ngajak mikir.

Pilihanku jatuh ke YouTube karena free dan cukup komprehensif pembahasannya ketimbang reels. Lalu aku bingung, apa yang akan ku tonton sepanjang hari?

Dua hari ini, rekomendasi YouTube mengarahkanku pada rekaman kuliah struktur dan ikatan kimia yang dipublikasikan di channel ITB lebih dari 10 tahun lalu. Aku baru menyelesaikan setengah lalu disambung aktivitas lain.

Lain waktu di kemarin, aku menonton rekaman kuliah yang berjudul Bilangan, Estimasi, dan Logika di channel yang sama dan video selanjutnya dari lanjutan kuliah profesor Hendra Gunawan.

Lalu aku sampai kepada refleksi diri, apa aku salah jurusan?

Mengenai definisi salah jurusan, aku menganggap sebagai suatu titik ketika kita merasakan kuliah yang sedang dijalani atau sudah diselesaikan tidak nyaman ketika dilakukan.

Tentu kuliahku sekarang di jurusan sejarah jauh dari definisi itu.

Aku memilih jurusan ini walaupun tidak utama tetapi bukan dalam keadaan terpaksa and i love to read history.

Lebih barang tentu lagi aku tidak mengambil jurusan ini karena ikut-ikutan teman.

Aku juga ga sampai strees ketika berkuliah atau gampang lelah ketika mengerjakan tugas kuliah

Namun, aku suka hal lain di luar kuliahku. Aku suka matematika, ilmu alam, dan politik.

Apakah jika aku suka hal lain dan mempelajari di waktu luang ku aku sama dengan salah jurusan?

Tentu tidak dong.

Setahuku teman-teman lain juga begitu, punya hal lain yang dikerjakan di luar kuliah, entah itu hobi atau minat lainnya. Itu wajar banget, ga si?

Note: ga semua yang aku tonton seserius itu. Aku juga nonton Kisarasa-nya chef Juna dan chef Renata serta berbagai genre video YouTube kok.

Q&A

Edisi males nulis, jadi aku menjawab pertanyaan ngl aja.

Pernah. Hampir di semua tujuan pasti pernah sampai di titik, "Berhenti di sini aja kali, ya?".

Tentu dengan banyak penyebabnya. Lalu bagaimana menyikapinya?

Dua sih: kalo emang aku mau menyerah di sebuah tujuan yang baik, aku akan inget ulang apa sih tujuanku? Perlu diperjuangkan tidak?. 

Kedua, kalo emang gapapa untuk menyerah dan pada akhirnya menyerah, bagiku, toh gapapa di beberapa kesempatan untuk gak mencapai sesuatu.

Kedengarannya pesimis banget, ya? Tapi, emang kayak gitu yang aku alami.

Mie ayam gada lawan! Umumnya mie, terkhusus mie yang teksturnya tebel entah karena borak atau lainnya.

Pokoknya mie selain mie instan khususnya mie ayam enak.

Gak mau untuk alasan personal, kesehatan, dan agama. Orang bertato cukup keren si menurut ku. 

Tapi, personally i don't like having tattoo in my body. Agama Islam juga ga membolehkan plus secara kesehatan juga ga baik.

Jadi aku gamau ditato. Peace.

Rumus ku ke lawan jenis adalah tertarik >> suka >> cinta.

Definisi tertarik: wow orang ini punya sesuatu yang bisa menarikku (wajahnya, cara ngomongnya, apa yang dia bicarakan, dll)

Definisi suka: setelah interaksi dengan orang ini ternyata oke juga. (Lebih ke nyambung lah diajak ngobrol dengan aku yang kadang gak jelas dan nyaman untuk ngobrolin banyak hal).

Definisi cinta: i don't know, semakin dekat semakin sering interaksi dengan orang yang disuka bakal cinta. Tapi, aku ga tahu indikator untuk naik ke level ini apa dan aku kadang gak bisa bedain antara masih suka atau cinta.

Sender nanya, ada yang suka (ketemu + interaksi) dari cewe yang ketemu?

Ada!

Kendal - UNNES. Lokasi sesuai kebutuhan.

Ada kesibukan di sabtu, di ahad free. 

Tapi, banyak tugas yang harusnya dikerjakan. heu heu

"Mas"

Adalah panggilan dari: (1) adek kelas pas SMA-SMP (2) temen kuliah (utamanya sekelas) (3) perempuan yang ga enak panggil nama, tapi kalo panggil "kak" kerasa aneh (biasanya orang Jawa).

Btw, hai.

Contoh pernyataan yang gak tahu mau dijawab apa.

Siapa dikau?

Kangen itu (KBBI) ingin sekali ketemu. Asumsiku temen lama yang kirim pesan ini.

Jawaban umumnya, iya kangen, atau kalo merujuk ke definisi di atas, iya pengen ketemu.

Dihadapi aja.

Kalo sekarang masih buta politik, usahakan biar ngerti urusan politik sedikit-sedikit.

Kalo udah tahu siapa pemain, apa yang dituju, dan tahu kalo kita gak bisa lepas dari politik, sikapi dengan bijak serta berhati-hati.

Aku ga suka jawabanku yang normatif gini, uy. Hahaha

Bulet.

Amin. Semoga diberikan yang terbaik.

- - - 

Cukup bervariasi juga pertanyaan yang masuk. Terimakasih yang udah nanya karena kalian membantuku untuk nulis saat tulisanku ga jadi-jadi.

Cepiring, 5 Juli 2023.

6.23 pagi diedit di blogger.

Keputusan terbaik yang kuambil tahun ini

Adalah menerima bahwa aku 'cuma' berkuliah di jurusan sejarah UNNES saja.

Kenapa?

Karena jujur berat sekali bagiku pada awalnya untuk menerima hal ini.

Aku ingat betul, tak lama setelah pengumuman kelolosanku ke perguruan tinggi, aku benar-benar menyesal ketika tahu nilaiku cukup untuk masuk ke jurusan idamanku: ilmu komunikasi Undip. Juga beberapa jurusan bergensi lainnya di universitas itu. Betapa sebalnya aku saat itu.

Aku mendaftar di sejarah seperti halnya banyak teman sejurusanku yang lain, suka dengan pelajaran sejarah dan takut gak keterima kuliah. Alasan yang kedua lebih kuat karena banyak teman yang menaruh jurusan sejarah di pilihan keduanya.

Terlebih, orang tua mengamanatkan untuk kuliah meskipun di PTN non favorit. Yang penting PTN! gitu kata mereka. Dan satu lagi, yang penting kuliah! 

Perkuliahan dimulai. Aku makin kesal saat tahu bahwa jurusan sejarah di kampusku tidak sebaik di Undip atau UNS. Bahkan, sejarah UNS yang aku taruh di pilihan kedua adalah kampusnya beberapa dosenku. Sedangkan nilaiku lebih dari cukup untuk bisa lolos ke jurusan sejarah di kampus manapun (kecuali UI karena aku tidak dapat informasi skor berapa yang lolos di jurusan sejarah UI).

Semakin tidak terima lagi diriku saat tahu ada jurusan Pendidikan Sejarah yang lulusannya akan jadi guru, "Aku pingin pindah ke Pendidikan sejarah!" kesalku menjadi-jadi. Karena di Ilmu Sejarah, perlu pendidikan lanjutan agar dapat menjadi guru. Ditambah prospek kerja formal yang linear dengan jurusan ilmu sejarah sangat minim.

Saat aku sedang kesal-kesalnya, ketika aku sadar bahwa aku gak bisa pindah lagi atau ujian untuk masuk PTN lagi, aku mulai mencoba menerima bahwa Allah mentakdirkan aku berada jurusan ini, di kampus ini.

Aku mencoba menikmati kelas demi kelas, mata kuliah demi mata kuliah, mencoba mengikuti apa yang menjadi takdirku.

Aku menerima takdirku dengan mulai membuka diri dengan teman sekelasku. Memberanikan diri mengikuti media sosial mereka. Mulai sering menongkrong dengan mereka.

Aku juga mencoba mengeksplorasi fasilitas yang terdapat di kampusku. Mulai berkenalan dengan dosen. Mulai mengunjungi perpustakaan yang tersedia.

Aku lalu menemukan SKB dan juga Hima. Kemudian aku menemukan bahwa ada lho yang bisa dikejar lagi untuk mengalahkan atau setidaknya mengimbangi mahasiswa jurusan lain dan PTN lain.

Hingga sekarang, aku merasa lega dengan cepatnya diriku mengambil keputusan untuk menerima takdirku berkuliah di jurusan Sejarah UNNES.

Demikian.

Cepiring, 3 Juli 2023

Harusnya ditulis pagi ini.

Rasanya setelah akhirnya kuliah?

Tentu senang banget! Bisa kuliah, ketemu teman, ketemu dosen, belajar di kelas, berdiskusi di burjo, pergi ke perpustakaan, berorganisasi, memikirkan progja ini itu. Intinya seperti yang dibilangin sama seorang teman lewat WhatsApp: "lagi banyak ini itu ya, sekarang?"

Iya mas, lagi asik-asiknya kuliah, nih. Kataku dalam hati senang sekali.

Namun, manusia memang sukanya melihat ke samping. Apa yang teman sudah capai kita ingin. Begitu pula aku yang kalo melihat akhir-akhir ini di sosial media teman-teman seusiaku beberapa sudah lulus D3, yang S1 sedang KKN, sedang seminar proposal, dan sebagainya.

Bukan iri si, tapi lebih ke, oh gini ya konsekuensi dari gabyear. Lulus lebih lama, akan kerja lebih lama, akan S2 lebih lama. Ukuran lebih lama yaitu teman-teman seangkatan ku.

Cukup deh. Ngetik tulisan ini aja berat.

Cepiring, 3 Juli 2023

Ini buat hari kedua karena dari kemarin sulit banget untuk menyelesaikan cerita yang sebelumnya ini

How I love math!

Kemarin secara tidak sengaja aku menemukan sebuah konten mengenai penggunaan trigonometri pada kehidupan sehari-hari yaitu salah satunya mengukur ketinggian suatu benda. Mirip seperti menaksir lebar sungai pada pelajaran Pramuka pas SD. Detailnya bisa kamu cek di klip berikut.

https://www.instagram.com/reel/CsQoVbkr-Fg/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Video ini selain menunjukkan betapa berguna matematika pada kehidupan nyata (hei! banyak yang menyangsikan hal ini) dan betapa cintanya aku terhadap matematika.

Aku suka menghitung sesuatu, baik yang sebenarnya bisa untuk tidak dihitung maupun yang bisa dihitung. Aku tidak alergi dengan angka (aku sempat menemukan orang yang kalo lihat soal matematika yang itu adalah angka langsung skip hahaha).

Aku suka mengerjakan soal (tentu materi yang aku bisa), terutama soal-soal cerita. Ketika matematika digabungkan dengan cerita dalam otakku mengimajinasikan bangun datar atau soal yang dimaksud dan menurutku hal itu keren! (Walaupun kadang kala imajinasiku berbeda dengan persamaan yang sebenernya diminta).

Apa yang aku suka dari matematika?

Pertama, matematika itu ngajak mikir dan aku kalo pas 'sehat' suka mikir hahaha.

Kedua, matematika itu enggak saklek dalam artian bisa kok kita menemukan jawaban yang benar dengan berbagai cara. Aku dan beberapa teman belajar matematikaku seringkali berbeda dalam cara pengeringan suatu soal, bisa jadi dia mengerjakan bagian a dahulu dan aku bagian b dahulu atau dia menggunakan cara ini yang tidak aku gunakan, tapi, menakjubkannya, hasilnya sama!

Ketiga, di suatu titik, aku ketemu dengan orang yang seru aja kalo berdiskusi dengan soal matematika. Itu membuat pengalaman mengerjakan soal semakin seru.

Pernah jengkel dengan matematika?

Sering. Terutama kalo udah mengerjakan soal sudah panjang lebar, tapi gaada jawabannya di pilihan ganda. Itu geregetan abis sih.

Atau pas dicek sama guru, jawabanku salah, karena ternyata di kertas coret-coretan keselip 1 angka yang salah (kadang karena kurang teliti dalam melihat angka sebelumnya (ini karena tulisan saya jelek banget apalagi di kertas coret-coretan makin jelek ditambah dengan kecepatan mengerjakannya diburu waktu)).

Sejak SD aku suka dengan matematika. Alhamdulilah aku dikaruniai kemudahan dalam menerima materi. Sampai SMP pun aku suka dan mampu untuk mengerjakan soal matematika. Bukti kemampuan bisa dilihat di ijazah SD dan SMP yang menunjukkan nilai '9.00' pada ujian matematika atau cuma salah 4 dari 40 soal yang diberikan.

Namun, pada saat SMA, di mana SMA ku tidak meprioritaskan kemampuan akademik, aku mulai meninggalkan semua pelajaran termasuk matematika. Alhasil, ketika tahun kedua di SMA ada pelajaran akademik lagi aku udah duluan males untuk belajar (karena merasa ketinggalan pelajaran). Aku ingat banget waktu itu tiba-tiba masuk materi matriks, tapi aku hanya hah hoh saja.

Materi yang membuat aku tidak passionate lagi dengan matematika adalah .... Trigonometri. Entah kenapa materi ini sulit aja untuk dimengerti. Terlebih pada saat aku belajar, pada saat yang sama aku harus paham tanpa dikenalkan dulu gunanya.

Sampai sekarang, aku masih belum bisa mengerjakan soal trigonometri dengan berbagai jenis dan kesulitannya. Sialnya, dalam UTBK yang lalu, di ujian kemampuan kuantitatif ada 7 soal atau lebih tentang trigonometri dari 20 an soal. Otomatis langsung aku lewati saja soal-soal yang berbau trigonometri.

Untuk merekap tulisan pendek ini, "i love to study math until this trigonometri lesson".

Cepiring, 1 Juli 2023.

Aslinya selesai ditulis jam 6 lebih dikit.

Road to 21

Sejak awal tahun, aku sudah pusing memikirkan kira-kira apa hadiah terbaik untuk usia 21 tahun Juli nanti. 

Uang banyak? Nggak juga.

Prestasi? Sayangnya belum.

Nambah skill baru? Iya nambah, tapi ga signifikan. Sedih.

Namun, ada 1 hal yang pasti nambah. Pengalaman. Dan sering kali pengalaman atau gampangnya peristiwa yang aku alami berlalu begitu saja tanpa terdokumentasikan dengan baik.

Jadi, hadiah 'termudah' yang bisa aku kasih ke diriku sendiri adalah beberapa kisah yang akan ditulis dalam blog ini.

Bukan. Ini bukan kisah yang sulit. Bukan juga yang wow. Bahkan, bisa jadi semua orang melewatinya.

Anyway. Aku janjikan paling tidak bagi diriku sendiri. 21 hari dengan 21 cerita berbeda untuk menyambut usia baru. Ceilah.

Ku janjikan akan ku tulis cerita-cerita ini di pagi hari dan ku unggah sebelum jam 6 pagi! Luar biasa sekali kedengarannya.

Jadilah bagian dari pembaca kisah-kisah sederhanaku.

Cepiring. 30 Juni 2023

21.51 saat dikirim ke WhatsApp

Sehari Tanpa Hape

Pagi tadi, di parkiran Rumah Ilmu, Mana HP saayyyaa! dalam hati.

Coba masuk ke Rumil dulu untuk membiarkan saya tenang, kemudian mencari lagi. Kok beneran ndak ada!!!

Jadilah hari ini, tanpa hape, untung bawa laptop, masih bisa nugas dan komunikasi. 

Ada UTS jam 9 pagi dan jam 3 sore. Ada kelas daring jam 1 , yang ternyata UTS juga hehehe. Emang pekan UTS mau gimana lagi.

Lepas UTS jam 10.30 saya keluar Rumil (sebutan kami untuk Rumah Ilmu aka Perpustakaan Universitas) menuju Ruang Dosen Sejarah. Saya hendak menemui Bapak Kaprodi untuk menanyakan sesuatu, kemarin sudah tidak bertemu. Nihil, hari ini juga sama. Saya wa saja lewat WhatsApp Web yang ternyata kini tidak harus menyambungkan hape ke internet. Padahal hape saya posisinya offline. Alhamdulillah, ajaib memang.

Hari jumat = jumatan. Selepas jumatan yang super cepat karena di Masjid Kampus aka Masjid Ulul Albab, saya pergi ke warung super murah dan jangan-jangan paling murah di sekitaran Unnes. Saya pesan lauk udang goreng, kering tempe (entah kenapa orang Jawa bagian barat menyebutnya tempe orek), dan sop tanpa nasi dan minum karena sudah bawa wkwkkw. Hemat banget Cuma 4 ribu. Dan yang paling penting TANPA TUKANG PARKIR. Warung mana sekarang yang tanpa tukang parkir di depannya?

(pada saat mengetik ini, lampu di burjo mati seketika… emang biasa mati kata anak Unnes)

Bakda perut kenyang, saya balik ke MUA untuk ngecek tugas di Laptop. Agak kurang etis buka laptop di warung makan yang bayarnya Cuma 4 ribu. Setelah membuka website Elana dan menemukan UTS yang masih manusiawi (enggak ding) masih longgar deadlinenya. Saya cek kesulitan dan saya tinggal. Biasalah deadliner pasti begitu hahaha.

Saya berselancar di internet mengenai tugas lain dan sesuatu (apa itu? Saya kabarkan ketika dapat ya)

Lalu 14.15 saya mandi di MUA (entah terdengar biasa atau anh, tapi setelah mendengar orang dan mendengar suara orang seperti mandi saya mandi di MUA juga) lalu ibadah ashar dan persiapan UTS.

UTS, yang sebelumnya dijadwalkan 15.30 maju jadi 15.00. Untung saya ndak menunda untuk beli pulpen terlebih dahulu.

UTS sore ini adalah mata kuliah Bahasa Inggris, sebuah bidang yang cukup aduduh buat saya karena banyak hal di hidup saya gagal karena kekurangcerdasan saya di pelajaran ini. Jujur, ini UTS yang mudah karena hanya membahas apa yang sudah dipelajari – ndak seperti pelajaran sebelah yang materi dan soal yang diujikan suka overlap (colek matematika hahaha).

Saya selesai dengan cukup cepat, 40 menit, lalu bergegas keluar untuk koordinasi dengan kakak bagaimana teknis kita berdua pulang. Tektokan sebentar lalu sudah beres (dengan Google Meet!). saya menuju belakang Gedung Sejarah untuk mencetak beberapa dokumen dan membeli pulpen (akhirnya kesampaian) karena pulpen Standard saya mulai berkurang tintanya.

Tiba-tiba hujan datang seperti hari-hari biasanya di Semarang, tidak menentu waktunya. Tentu saya berusaha mempercepat langkah agar bisa ke destinasi berikutnya.

Tiba di depan motor, deg, kok dingin banget

Ternyata oh ternyata, jaket saya ketinggalan di kelas (yang mana masih banyak temen saya di sana ahhaah) yaudah setengah malu tapi juga males kalo sampai kehujanan saya kembali ke kelas.

Bakda dari kelas, hujan menderas, saya membuka payung saya menuju parkiran dan memakai atasan jas hujan, lalu mencoba menerjang lebatnya hujan. Alhasil, di tempat di mana saya duduk terasa sangat dingin, dan akan lebih dingin sebentar lagi di perjalanan pulang.

Tabik.

Maaf jika sangat “wagu” dalam bercerita.

Terima kasih udah membaca, semoga harimu menyenangkan.

Dokumentasi Pribadi - MUA


Terjebak Di Zaman Neolitikum

TUGAS UTS SEJARAH MASA PRAAKSARA

Penulis : Faruq Rakhmat

NIM : 3111422051

Prodi : Ilmu Sejarah

Dosen Pengampu : Bapak Syaiful Amin, S.Pd., M.Pd.

--

Suatu saat di kala teknologi sudah maju, ketika mesin waktu sudah benar-benar terwujud, pergilah sekelompok siswa SMA ke museum. Tentu, seperti sebagian besar remaja, kunjungan ini adalah kegiatan yang paling tidak menyenangkan. Hal itu dirasakan juga oleh dua anak paling bandel di museum siang itu. Azar dan Malik, dua siswa paling kreatif sekaligus malas yang awalnya berniat tidak ikut kunjungan ke museum. Namun, keduanya terpaksa berangkat karena jika mereka absen dari kegiatan ini, guru mereka mengancam tidak menaikan kelas untuk keduanya.

Museum purbakala terbesar di negara itu, adalah museum modern dengan koleksi paling lengkap sejagat raya. Paling tidak demikian klaim bagian marketing mereka. Di museum ini, terdapat tulang-tulang hewan dari zaman purba. Mulai dari T-rex hingga kadal purba. Museum ini dilengkapi dengan audio yang menggelegar dan visual ala film-film hollywood menarik pengunjung dari berbagai kota di negeri ini. Rombongan bis-bis dari ujung barat hingga timur negeri rela mengantri berbulan-bulan untuk dapat berkunjung ke sini.

Namun, tidak bagi azar dan malik. Dibayar pun mereka enggan. Dua bocah yang memang cara belajarnya disebut paling aneh oleh pakar pendidikan. Mereka cukup hyperactive. Mereka akan sangat bosan bila pembelajaran hanya searah dan begitu-begitu saja. Tulang Dinosaurus sebesar gedung? Mereka ber-wah sebentar lalu bersikap biasa saja lagi. Itu barang bisu, kata Azar. Dan seterusnya, mereka tampak tidak sumringah.

“Azar, lihat benda aneh itu”.

Di saat rombongan lain ikut di belakang pemandu museum, mereka sengaja terpisah di belakang untuk memandangi benda-benda aneh yang katanya digunakan sebagai alat pemburuan manusia purba pada zaman dahulu.

“Halah cuma batu!”, Azar setengah berteriak. “Kenapa mereka menyimpan hal tidak berguna semacam ini di museum?”. Ia memang tak meminta jawaban.

“Sepertinya tim eskavasi terlalu bersemangat sampai-sampai menaruh benda lonjong berujung tajam ini di rak kaca”, demikian pun Malik, tak jauh berbeda dengan teman dekatnya.

Mereka tidak sadar kalau keterpisahan mereka dengan rombongan diperhatikan seseorang. Beberapa detik kemudian mereka dipanggil oleh seorang pemandu tamu yang sudah selesai bertugas. “Hai bocah, mau lihat sesuatu yang lebih keren? Mari ikut aku”. Pemandu itu bahkan tak mengenalkan dirinya.

“Pak, jangan berbohong, di museum ini semuanya cuma rekaan saja bukan?” ungkap Azar yang masih tak percaya – dan nampaknya tidak akan percaya.

“Benar. Lihat semua ini. Bahkan kabarnya jika hanya seujung jempol benda putih ditemukan, para arkeolog berani menyebutnya tulang manusia purba”, Malik yang belum lama menonton video ekskavasi pun ikut-ikutan skeptis.

“Aneh sekali, bukan?”

Pria itu berbalik, “Apakah kalian tidak percaya?”.

“Tentu tidak pak, kami hanya percaya yang benar-benar sains katakan”.

“Baiklah kalo begitu, izinkan saya mengajak kalian ke masa lalu, maukah?”.

“Ha? Bapak punya aksesnya?”.

Kabar bahwa telah ditemukan algoritma yang bisa membuat beberapa orang kembali ke masa lalu sempat menggemparkan kota itu. Rupanya mereka semua ingin kembali ke masa lalu dengan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang hendak berlibur, menyapa dirinya pada masa kecil, atau bahkan membunuh kakeknya sendiri. Pemerintah melarang akses kepada algoritma itu dibagikan ke publik. Mereka hanya memperuntukan penggunaan mesin waktu untuk upaya mengetahui masa lalu.

“Tentu saja, saya bisa mengajak kalian ke 20 ribu tahun yang lalu”.

“Bapak tidak bercanda, kan? Baru beberapa ilmuan yang bisa menggunakan mesin waktu itu”.

“Percayalah. Kami, para arkeolog modern diberikan akses untuk menjelajahi masa lalu. Mari ikut sebelum saya berubah pikiran”.

Tanpa cing cong lagi, Azar dan Malik ikut pria yang tidak lebih tinggi dari mereka, putih dengan topi khas pendaki gunung yang diikat talinya ke atas.

Tidak lama, mereka tiba di sebuah ruangan kosong, tidak jauh dari definisi gudang. Mereka bertiga kembali berbincang.

“Hey, siapa namamu?”.

“Azar”.

“Lalu Kamu?”.

“Malik”.

“Nama yang bagus. Oke kalian mau cari apa di masa lalu?”.

“Emm…, coba cari batu berujung tajam itu, pak. Ia seperti tak berguna”.

“Mungkin kalian akan berfikir ulang setelah melihatnya”.

Tidak lama ruangan kotak itu bergetar singkat seperti habis terkena gempa ringan. “Sudah sampai”.

“Haa? Apa ini? Hutan? Tapi kok gundul? Pak anda tak salah?”

“Selamat datang di zaman Neolitikum. Di zaman ini, hutan-hutan sebagian gundul karena manusia purba penghuninya memanfaatkan menebangnya untuk bercocok tanam. Tentu tidak banyak, tetapi cukup untuk membuat daerah ini panas”.

Mereka masih tidak percaya. Di bayangan mereka, masa lalu yang jauh itu selalu hijau dan rimbun dengan pepohonan, ini tidak. Mereka melihat ada sebidang tanah yang masih mengeluarkan asap dan tampak berwarna kehitaman bekas bakaran api. Di ujung sana, terlihat sungai yang membatasi hutan terbakar dan hutan yang masih rimbun.

“Pak untuk apa manusia purba melakukan hal ini?”.

Mereka membakar hutan sekedarnya untuk bercocok tanam, membuka lahan baru istilahnya. Manusia pada zaman ini sudah menemukan cara untuk bercocok tanam sehingga mereka bisa membudidayakan pangan secara lebih baik dari nenek moyang mereka”.

“Lalu berapa lama tumbuh-tumbuhan yang mereka tanam bisa dipanen?”.

“Tentu cukup lama, tanpa pestisida dan pupuk seperti di masa depan, tanaman akan sangat lama tumbuh sampai siap dipanen. Maka mereka akan banyak membuka hutan untuk menanam tanaman-tanaman ini”.

Mereka berdua ber-ohh singkat. Memandangi kekaguman pada ladang-langan baru yang berisikan tanaman seperti rerumputan liar, seperti makanan gajah.

Mereka mengira manusia purba bodoh dan tidak bisa mengelola tanah dan menanam tanaman. “Pak bagaimana cara mereka belajar?”.

“Pertanyaanmu menarik, Malik. Mari kita berjalan ke sana. Cukup jauh, tapi kita akan temukan jawabannya di sana”.

Mereka bertiga berjalan meninggalkan tanaman milik manusia purba – juga mesin waktu yang entah tidak kelihatan bentuknya karena tertutupi oleh dedaunan dan rimbunnya sebagian hutan.

Mereka bertiga tiba di gunung yang tidak terlalu tinggi, ujungnya masih bisa dilihat dengan mendongakkan kepala. Terlihat sebuah lobang seukuran manusia lebih sedikit yang ada di depannya.

“Hati-hati, kalian jangan berbuat sesuatu yang berisik, nanti bisa membangunkan sang penguasa tanah ini”, ujar pemandu dengan suara yang sangat kecil.

Penguasa tahan ini? Siapa? Dalam hati mereka berdua bertanya-tanya.

Tampak samar-samar di dalam goa itu ada sekelompok manusia yang aneh sekali. Mereka cukup berbeda dengan manusia modern. Tunggu, mereka itu..

"Azar! sabar, jangan terlalu dekat, kamu bisa tidak kembali ke masa depan!".

"Baik, pak". Ia mundur perlahan.

Tidak jauh dari goa itu, datanglah 3 makhluk yang sangat mirip dengan yang sedang terlelap di dalam goa. Azar mencoba memperhatikan sambil menahan nafas dalam-dalam. Ya, mereka manusia purba yang lainnya, begitu kata ia dalam hati.

Setelah manusia-manusia purba itu masuk ke goa dan membangunkan yang sebelumnya tertidur di dalamnya, mereka tampak sibuk sekali. Yang datang membawa beberapa barang, ada hewan kaki empat, ada pula semacam sayuran diikat dengan semacam tali – entah apa.

Dari mulut goa, ketika manusia modern melihat aktivitas nenek moyangnya. Mereka diam sama sekali, tetapi mata-mata manusia modern amat kagum dengan apa yang dilihatnya.

Walaupun tidak tahu persis apa yang mereka katakan, namun ketiganya tahu bahwa mereka yang ada di goa sedang memasak sesuatu. Mereka menggunakan batu tajam untuk menguliti hewan itu, menggunakan batu tajam yang lebih kuat untuk membagi hewan buruan menjadi beberapa bagian. Juga benda seperti batu lingkaran tumpul, mereka gunakan untuk memukul-mukul sebagian daging yang akan mereka masak.

Azar melihat hal lain selain masak-memasak. Matanya tidak bisa tidak melihat dinding yang ternyata tidak polos dan bersih. Dinding goa nampak berbagai lukisan, yang dominan adalah lukisan tangan dengan lima jemari bertumpuk berwarna merah. Entah dari mana warna merah itu berasal, otaknya hanya bisa berasumsi.

Pemandu itu memberikan kode untuk kembali. Mereka kecewa karena harus meninggalkan tontonan maha indah dari manusia purba di dalam goanya. Namun, hari menjelang sore, sebelum jejak mesin waktu itu hilang, mereka kudu kembali.

Tampak panik muka sang pemandu, “Kalian ingat bukan di mana mesin waktunya?”.

“Pak. Kami bahkan lupa dengan semuanya melihat betapa indahnya kehidupan di masa lalu”.

“Bukan, bukan. Kita akan kembali. Ada yang tahu di mana mesin waktu kita?”

Senja datang, mereka belum juga pulang.

Bersambung.

Referensi : 

https://sains.kompas.com/read/2020/01/05/095123523/kadal-purba-berusia-309-juta-tahun-ungkap-bukti-awal-pengasuhan?page=all

https://www.gramedia.com/literasi/manusia-purba-yang-ditemukan-di-indonesia/

https://www.dosenpendidikan.co.id/kebudayaan-zaman-batu/